Prof. Dr. Mr. Soepomo


Di penghujung kekuasaan orde baru, salah satu perdebatan yang muncul di kalangan akademis adalah pandangan negara integralistik yang dominan sebagai kerangka pikir dalam penafsiran dan pelaksaan UUD 1945 sehingga melahirkan rejim yang otoritarian. Perdebatan tersebut mengemuka setelah adanya karya Marsilam Simanjutak yang menelusuri akar teoritis dan filosofis dari konsep integralistik dalam UUD 1945.

Salah satu sumber utama yang digunakan untuk meniti penelusuran tersebut adalah pemikiran-pemikiran Soepomo dalam proses pembahasan dan penyusunan UUD 1945 oleh BPUPKI. Penelusuran tersebut berujung pada penemuan bahwa pandangan integralistik dalam UUD 1945 berakar dari pemikiran organis totaliter berdasarkan pemikiran Hegel dan Spinoza yang memang banyak dikutip oleh Soepomo sebagai argumentasi mempertahankan dan menjelaskan pandangannya tentang dasar-dasar bernegara. Menurut pandangan Jimly Asshiddiqie yang dituangkan dalam buku “Gagasan kedaulatan Rakyat di Indonesia”, pemikiran dan pandangan Soepomo tersebut mewakili pandangan demokrasi yang menekankan kolektivisme bersama dengan Soepomo. Sedangkan pandangan demokrasi yang cenderung individualisme diwakili oleh sosok Moh. Yamin dan Moh. Hatta.

Perdebatan tersebut memunculkan berbagai versi pandangan terhadap sosok Soepomo. Ada yang menilai negatif sosok Soepomo sebagai penyusun UUD 1945 yang cenderung melahirkan kekuasaan otoriter. Terdapat pandangan yang membela pemikiran Soepomo dan menyatakan bahwa negara integralistik adalah konsep negara yang sesuai dengan jati diri bangsa.

Di sisi lain, juga terdapat pandangan yang lebih jernih. Pemikiran integralistik Soepomo harus diletakkan dalam konteks ruang dan waktu pada saat pemikiran tersebut dikemukakan. Pada awal kemerdekaan, sikap anti penjajahan sangat kuat sehingga hampir semua hal yang berasal dari negara-negara penjajah akan ditolak. Termasuk sistem demokrasi liberal juga mendapatkan resistensi dan terdapat keinginan kuat untuk mengembangkan sistem demokrasi tersendiri berdasarkan akar budaya timur, yaitu kolektivisme yang mendapatkan legitimasi teoritis dan filosofis dalam pemikiran Hegel dan Spinoza.

Dengan bergulirnya waktu dan berkembangnya kondisi masyarakat dan lingkungan internasional, pemikiran Soepomo pun mengalami perubahan. Perubahan tersebut sudah dapat dilihat dari materi penjelasan UUD 1945 yang dibuat oleh Soepomo. Penjelasan UUD 1945 tersebut memberikan prinsip-prinsip dasar organisasi negara yang lebih rinci dan demokratis. Perubahan paling nyata dapat dilihat dari Konstitusi RIS yang sangat maju dalam pengaturan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia secara rinci. Soepomo berperan besar dalam pembuatan Konstitusi RIS ini dan kemudian menjabat sebagai Menteri Kehakiman.

* * *

Prof. Dr. Mr. Soepomo lahir di Sukoharjo, 22 Januari 1903. Beliau berasal dari keluarga aristokrat Jawa. Kakek Soepomo dari pihak ayah pada waktu pemerintahan kolonial adalah Bupati Anom Sukoharjo (Raden Tumenggung Reksowardono), sedangkan dari pihak ibu ketika itu adalah Bupati Nayaka Sragen (Raden Tumenggung Wirjodiprodjo).

Sebagai keluarga priyayi, Soepomo mendapatkan pendidikan untuk orang-orang eropa mulai tingkat dasar. Soepomo mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) di Boyolali pada tahun 1917, kemudian MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo pada tahun 1920, dan menyelesaikan pendidikan tingginya di Bataviasche Rechtshoogeschool di Batavia pada tahun 1923. Ia kemudian menjadi pegawai negeri yang diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen.

Pada tahun 1924 Soepomo melanjutkan pendidikan ke Rijskuniversiteit Leiden di Belanda. Pendidikan ini dilakukan di bawah bimbingan salah satu profesor hukum adat Indonesia dari Belanda, yaitu Cornelis van Vollenhoven. Soepomo memperoleh gelar doktor pada tahun 1927 dengan disertasi berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta). Disertasi ini mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta dan hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta. Soepomo meninggal di Jakarta tanggal 12 September 1958 karena serangan jantung.

* * *

Sebagai ahli hukum generasi pertama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, Prof. Dr. Soepomo adalah arsitek UUD 1945 dan pembentukan sistem hukum nasional hingga akhir hayatnya. Peran Soepomo dimulai pada saat menjadi anggota BPUPK. Soepomo merupakan salah satu anggota BPUPK yang menyampaikan pandangan tentang dasar negara pada sidang tanggal 29 Mei 1945 yang mengusulkan pula lima asas yaitu: (1) persatuan; (2) mufakat dan demokrasi; (3) keadilan sosial; (4) kekeluargaan; (5) musyawarah. Setelah rumusan dasar negara berhasil disusun oleh panitia sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945, Soepomo kemudian menjadi ketua merangkap anggota panitia kecil dari Perancang UUD yang bertugas menyempurnakan dan menyusun kembali naskah UUD yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas, adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr. Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat. Dua hari setelah Proklamasi, dibentuklah Kabinet Presidensil atau yang dikenal dengan Kabinet Wiranatakoesoemah. Dalam kabinet ini Soepomo menjadi Menteri Kehakiman. Jabatan sebagai Menteri Kehakiman selalu dipercayakan kepada Prof. Dr. Mr. Soepomo hingga kabinet RI (20 Desember 1949 – 6 September 1950. Prof. Dr. Mr. Soepomo juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Indonesia, yaitu pada tahun 1951 hingga 1954. Karya Soepomo diantaranya adalah tesisnya dengan judul De reorganisatie van het agrarisch stelsel in het gewest Soerakarta, Bab-bab tentang Hukum Adat (Chapters on Adat Law, dan Sistem hukum di Indonesia sebelum perang dunia II. (m.a. safa’at)

1 Comment:

  1. Xenon said...
    tq banget infox
    ni sangat membantu ^^

Post a Comment