Artikel

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD);
WUJUD DEMOKRATISASI DAN ARTIKULASI KEPENTINGAN DAERAH
Muchamad Ali Safa’at
(29/06/2004)
Proses demokratisasi terkait erat dengan penataan kehidupan politik dan organisasi kenegaraan dalam konstitusi sehingga tidak lagi dapat memunculkan atau digunakan oleh kekuasaan yang otoriter. Salah satu cara melestarikan otoritarianisme pada masa Orde Baru adalah dengan mengukuhkan dukungan dari MPR dan DPR yang dilakukan dengan cara mengisi sebagian besar anggota MPR dengan cara pengangkatan. Hal ini mengakibatkan tersumbatnya aspirasi politik rakyat dan melahirkan tuntutan demokratisasi diantaranya adalah perubahan terhadap cara pengisian semua lembaga perwakilan, terutama DPR dan MPR, dengan cara pemilihan seluruhnya.
Permasalahan demokrasi lain yang mengemuka adalah hubungan antara pusat dan daerah. Kecenderungan sentralisasi kekuasaan pada masa Orde Baru telah melahirkan ketimpangan pusat daerah yang banyak melahirkan kekecewaan dan ketidakadilan kepada daerah. Masalah ini mencuat dengan isu disintegrasi bangsa berupa ancaman beberapa daerah untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Isu ini kemudian bergeser ke arah pewacanaan negara federal yang kemudian berujung pada pemberian otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab pada daerah melalui Undang-Undang 22 Tahun 1999.
Upaya lain untuk menjaga integrasi nasional adalah dengan memberikan ruang kepada daerah untuk ikut serta menentukan kebijakan nasional yang menyangkut masalah daerah melalui Utusan Daerah yang disempurnakan menjadi lembaga tersendiri. Utusan Daerah sesungguhnya telah menjadi bagian dari ketatanegaraan Indonesia sebagai salah satu unsur dari anggota MPR. DPD dapat dikatakan sebagai upaya institusionalisasi representasi teritorial dan keterwakilan wilayah. Keberadaan DPD dapat dikatakan merupakan pertemuan dari dua gagasan, yaitu demokratisasi dan mengakomodasi kepentingan daerah demi terjaganya integrasi nasional.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan salah satu lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan kita hasil dai proses perubahan UUD 1945. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebagaimana diubah dalam Perubahan Keempat, anggota DPD bersama-sama dengan anggota DPR adalah anggota MPR. DPD diatur dalam Bab VIIA UUD 1945 Pasal 22C dan Pasal 22D.
Secara teoritis Dasar diperlukannya lebih dari satu kamar dalam parlemen adalah; (1) untuk mencegah kesalahan legislasi yang dilakukan oleh satu kamar, (2) untuk menciptakan prinsip saling mengontrol dalam parlemen, dan (3) agar kebijakan atau keputusan yang dibuat memperoleh dukungan mayoritas (supermajority) sehingga lebih dapat diterima dan stabil.

Secara formal DPD juga memiliki wewenang legislasi, pengawasan, dan nominasi meskipun terbatas pada masalah-masalah yang terkait dengan kepentingan daerah serta terbatas pada usulan dan pembahasan yang disampaikan kepada DPR. Jika melihat pada susunan dan kedudukan DPD sebagaimana diatur dalam UUD 1945, kekuasaan DPD memang tidak sebanding dengan DPR. Hal ini berbeda dengan lembaga Senat di banyak negara lain yang lebih besar kekuasaannya. Namun kekuasaan DPD tersebut adalah bagian dari konstitusi kita sebagai hasil proses amandemen UUD 1945 yang harus dihormati dan dijalankan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 sebagai berikut:
1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil dan pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

DPD memiliki fungsi strategis untuk mengartikulasikan kepentingan daerah dalam pengambilan keputusan ditingkat nasional demi menjaga integrasi nasional, sesuai dengan dasar pemikiran pembentukan DPD. Walaupun saat ini kekuasaannya terbatas, namun jika anggota DPD bekerja dengan baik dan memainkan peran yang signifikan, dengan sendirinya akan memperoleh legitimasi dan dukungan masyarakat, termasuk jika menghendaki kekuasaan yang lebih besar. Hal ini dengan mengingat bahwa seorang anggota DPD memiliki legitimasi demokrasi yang lebih kuat karena dipilih oleh lebih banyak pemilih.

Di masa mendatang, DPD sebaiknya memiliki kekuasaan sebagai revising chamber yang dapat menunda sebuah RUU agar mendapat pertimbangan yang lebih mendalam, terutama untuk mengetahui pendapat masyarakat. Hal ini sekaligus sebagai instrumen checks and balances, double check serta mengurangi kecenderungan legislative heavy yang ada pada DPR.

0 Comments:

Post a Comment